Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat menyita hampir 34 ton pupuk bersubsidi. Pupuk tersebut merupakan barang bukti yang disita polisi, dari pengungkapan kasus penyelewengan pupuk bersubsidi di sejumlah daerah Jawa Barat. Selain menyita barang bukti, Polda Jabar juga menahan tujuh orang tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Jules Abraham Abast didampingi Wakil Direktur Ditkrimsus Polda Jawa Barat AKBP Maruly Pardede mengungkapkan, pupuk bersubsidi tersebut dijual diatas HET, oleh oknum pengusaha.
|
Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Brigjen Pol. Wibowo saat meninjau barang bukti pupuk bersubsidi yang disita Polda Jabar. |
"Modusnya, tersangka menimbun pupuk bersubsidi, kemudian pada moment yang tepat, pupuk tersebut di jual diatas harga eceran tertinggi (HET). Kasus ini diungkap Polda Jabar dan beberapa Polres,"ucap Jules Abraham Abast di Mapolda Jawa Barat Kamis, (7/11/2024).
Dikatakan Jules Abraham Abast, para pelaku menimbun pupuk bersubsidi tersebut sejak Januari hingga Oktober 2024. Akibatnya, terjadi kelangkaan pupuk di beberapa daerah.
“Polda melakukan penyelidikan dan akhirnya mengungkap kasus tersebut. Mereka, para tersangka menjual pupuk di atas harga HET. Dan momentnya cukup tepat, mereka menjual pada musim masa panen,”jelas Kabid Humas.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat AKBP Maruly Pardede mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) agar selama proses penyidikan, barang bukti pupuk subsidi dapat dilelang agar petani tidak kesulitan memperoleh pupuk.
Maruly mengatakan saat ini penyidik tengah mendalami bagaimana pelaku mendapatkan pupuk bersubsidi. Ia menduga pelaku tidak hanya bermain sendiri. Para pelaku dijerat pasal 34 ayat 3 Permendag nomor 4 tahun 2023 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Serta pasal 2 ayat 3 permentan no 1 tahun 2024 tentang perubahan atas permentan nomor 10 tahun 2022 tentang tata cara penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi. Dengan ancaman 5 tahun penjara.
Sementara pada kesempatan yang sama, Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat Dani Dayawiguna mengatakan pupuk dibutuhkan petani dalam meningkatkan produksi pangan dan hortikultura. Dengan adanya praktik penimbunan, dikhawatirkan berdampak pada penurunan produksi yang dikelola petani.
"Mudah-mudahan kejadian seperti ini tidak terulang," kata dia.
Dani menyebut total petani di Jabar mencapai 3,5 juta dengan mayoritas adalah petani pangan. Dia menyebut proses pengajuan pupuk oleh petani dilakukan melalui rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) dibantu penyuluh dan diajukan ke pusat. Sedangkan penyaluran dilakukan oleh pihak lain. Serta penebusan pupuk ke distributor menggunakan KTP yang sudah masuk di kelompok tani. (*)